Friday, 19 November 2010

THE LAST KEY KEPPER

PART 2


“Kurang ngajar dia. Akan ku adukan pada ibuku jika aku sudah kembali ke Greenwich. Igrove Shimoff. Akan ku ingat namanya, agar bantuan ke Essen dihentikan.” Gerutu alan saat dia diperlakukan tidak pantas di jerman bagian barat itu. Pada kenyataannya, Alan sengaja menempuh jalan yang panjang untuk mencapai mesir, selain untuk menambah ilmu pengetahuan, juga untuk mempopulerkan dirinya. Agar keberadaanya diakui. Bukan karna perawakannya, tapi kemampuannya sebagai Davis, malah hal itu yang membuat ia menggerutu sepanjang jalan, membuat ke-Davis-annya makin diragukan. Tentu saja perjalanan tidak selalu mulus, bagaimanapun tentu ada segelintir orang yang tak akan peduli bahwa kau adalah seorang raja atau Davis sekali pun. kadang alan dan pengawal-pengawalnya bertemu perampok di sepanjang jalan Hungaria sehingga alan kehilangan dua perkamen pembuktian atas dirinya. Melewati tebing atau jurang, atau hutan yang gelap gulita dan penuh bayang-bayang. Dan yang paling parah adalah saat-saat mereka bertengkar dalam menentukan rute. Argument-argument seperti “jalan itu berbatu,”, “banyak rampok”, “hutannya terlalu gelap dan menyeramkan,” akan disusul oleh sanggahan-sanggahan lain seperti “tahu apa tuan ini. Aku kenal jalan ini,” , “oh diamlah.” , “dasar keras kepala!” dan banyak lagi percekcokkan antara tuan dan pengawal. Tentu saja sesama pengawal tidak bercekcok. Karna mereka tahu jelas medannya, sedangkan alan tidak. Namun dalam hal ini, Tentu alan yang selalu menang. Karna Dia paling keras kepala dan dia adalah tuannya. “baiklah, kita beristirahat di Budapest, belanja di Baucau. Lalu ke Herzegovina sebentar. Aku ingin lihat daerah itu. Katanya sangat menarik. Lalu kita lewati Tirana menuju volos dan berkunjung ke Athena.” Kata Alan akhirnya disusul erangan kesal Burns, lelaki jangkung dan gagah, pengawal alan yang tahu pasti medan darat. “itu berputar-putar tuan. Jangan ke baucau. Ini bukan piknik, jangan ke Her, apa itu? Ah pokoknya yang itu. Jangan kesitu.” Kata Chang, lelaki jangkung dan pintar menyusun strategi peperangan, pengawal satunya lagi yang lebih mengetahui medan lautan. “kau tahu apa? Sudah ikuti saja aku.” Kata alan ketus kepada Chang seraya menaiki kudanya setelah bersusah payah mengumpulkan tenaga untuk melompat.

alan merupakan pelompat yang mahir. Jadi dengan lompatan dia bisa menaiki kudanya atau mencapai tempat yang tingginya sekitar satu setengah meter.

lalu perjalanan itu dimulai lagi dengan kesunyian dan muka kecut di masing-masing orang. Alan memimpin di depan. Sesekali ia menengok ke belakang, takut para pengawalnya diam-diam meninggalkan dia. Namun yang dilihatnya hanya muka-muka masam Burns dan chang juga kuda-kuda mereka yang keletihan. Akhirnya mereka sampai di Budapest. alan sempat terbuai untuk tinggal di sana.

“oh. Lihat itu burns!” seru alan pada pengawalnya yang berambut coklat itu, saat melihat keindahan kota. Semua orang terlihat santai dan ramah. Tidak seperti di inggris tempat alan tinggal. Semua orang terlihat tegang dan saling curiga. Maklum saat itu sedang marak-maraknya akan gossip perebutan kekuasaan dan keluarga davis dicurigai mengumpulkan warga untuk menentang ratu. Hal itu dikarenakan keluarga davis lebih dicintai daripada keluarga kerajaan itu sendiri.

“sudahlah tuan. Kita tak punya cukup uang. Ayo cepat pergi.” Seru Chang tak menyembunyikan kekesalannya terhadap alan.

“tapi di sini barang-barang dijual setengah harga. Oh lihat itu!” jawab alan tak menghiraukan chang seraya berlari ke pedagang kaki lima.

“apa ini?” tanya alan pada seorang pedagang.

“ini lampu minyak, tuan. Sangat indah. Terbuat dari emas dan kuningan. Sangat langka. Kau pasti bangga jika memilikinya.” Jawab si pedagang byang kepalanya dililit sorban berwarna ungu.

“berapa harganya?” tanya alan yang mulai tergiur, “berikan diskon padaku. Aku seorang davis.” Tambah alan sambil berbisik-bisik. “sebenarnya lima puluh keping emas pun tak akan cukup untuk membeli ini tuan. Tapi karna kau adalah seorang davis. Harganya aku turunkan jadi tiga puluh. Bagaimana?” jawab si pedagang dengan muka licik. “apa! Semahal itu! Dasar kau pedagang tukang tipu! Siapa namamu? Akan ku adukan kau pada kepala pemerintahan. Dengan tuntutan telah Memeras orang asing!” teriak alan sampai mata orang-orang di sana tertuju pada alan dan si pedagang, “30 keping perak!” paksa alan yang ternyata masih bersikukuh ingin mendapatkan lampu minyak itu.

“kau pun telah menipuku! Bilang kau seorang davis untuk mendapat harga yang murah! Harusnya kau berkaca!” balas sang pedagang. Alan akhirnya berhenti bicara setelah burns berbisik,

“semakin kau emosi. Maka akan semakin sulit untuk membuktikan bahwa kau davis. Dan jika kau naik darah, maka hal buruk tentangmu akan tersebar di seanteroan benua ini dan nama davis akan di cabut dari pada-mu oleh keluargamu. Berpikir tuan.. berpikir..”

THE LAST KEY KEPPER

PART 1


1.Davis

Alan Davis membenamkan wajahnya ke air untuk menghilangkan rasa kantuk sekaligus untuk menyegarkan matanya yang selama lima hari ini dipaksa untuk membaca. Bukan salahnya jika ia bertemperamental tinggi, bermuka agak tua dan sedikit pendek. Atau mungkin hampir ‘kerdil’. Yang menjadi masalahnya adalah saat nama ‘Davis’-nya dipertanyakan. Keluarga Davis terkenal akan paras yang elok, sikap yang anggun dan tubuh yang tinggi semampai. “Apakah aku ini anakmu, ibu?” itulah kata-kata favorit yang akan Alan ucapkan di setiap akhir pesta. Ia sudah muak diinterograsi tentang identitasnya sebagai seorang Davis, bahkan sampai umurnya yang ke tiga puluh ini.

Alan menyeka wajahnya dengan handuk dan kembali mengenyakkan dirinya ke sofa empuk tempat favoritnya untuk membaca. Sekali-kali diliriknya perkamen-perkamen kuno yang bertebaran di meja bacanya. Dikejap-kejapkan matanya untuk menghilangkan kantuk yang selama ini telah menyelimutinya. Ia mengambil salah satu perkamen yang telah menguning dan dimakan rayap di sisi-sisinya. Berulang kali ia membaca isi perkamen itu dengan wajah tak percaya. Namun justru isi dari perkamen itulah yang membuatnya memutuskan untuk melakukan perjalanan dari inggris ke kairo.

Untuk seorang Davis, merupakan hal yang mudah untuk mencapai ke suatu Negara. Dengan mudah Davis dapat menerima bantuan, tempat tinggal dan penjagaan. Seperti saat anggota keluarga Davis yang lainnya sampai di Paris, mereka langsung diberi perlakuan khusus. tinggal di istana Negara, makan enak dan diberi bekal. Oh, juga ada hiburan-hiburan menarik lainnya. Tapi sayangnya, khususnya, bagi Alan. Ia harus membuktikan ke-Davis-annya terlebih dahulu untuk mendapatkan hal istimewa tersebut. Dia harus membawa lebih kurang dari lima belas perkamen yang membuktikan bahwa ia memang seorang Davis, ditambah lagi ia harus menunjukkan lencana-lencana dan menguraikan sejarah keluarga Davis saat ia mengunjungi Praha untuk sekerat roti. Bahkan saat Alan mengunjungi Jerman, ia butuh waktu berhari-hari untuk membuktikan bahwa dia adalah Davis, Sehingga kadang dia enggan untuk bermalam di suatu negeri dan hanya melewatinya saja, karna memang tak ada gunanya membuang-buang waktu bagi orang yang tak percaya jika dia seorang Davis.

Thursday, 18 November 2010

THE LAST KEY KEEPER

Tired

i got very tired of this novel, then i realize,, this kind of novel doesnt suit me.. well then. i will send this novel into the blog and hope you enjoy it

i will update it step by step into an end, support ya pls. (-_________-;)

--no copies allowed--